“Sungguh,
aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Al ‘Aroj mengguyur
kepalanya -karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik- dengan air
sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. ”
Bukhari
membawakan Bab dalam kitab shohihnya ‘Mandi untuk orang yang berpuasa.’
Ibnu Hajar
berkata, “Maksudnya adalah dibolehkannya mandi untuk orang yang berpuasa.
Az Zain bin
Al Munayir berkata bahwa mandi di sini bersifat mutlak mencakup mandi yang
dianjurkan, diwajibkan dan mandi yang sifatnya mubah. Seakan-akan beliau
mengisyaratkan tentang lemahnya pendapat yang diriwayatkan dari ‘Ali mengenai
larangan orang yang berpuasa untuk memasuki kamar mandi. Riwayat ini dikeluarkan
oleh ‘Abdur Rozaq, namun dengan sanad dho’if. Hanifiyah bersandar dengan hadits
ini sehingga mereka melarang (memakruhkan) mandi untuk orang yang berpuasa.”
(Fathul Bari, 6/180)
Hal ini
juga dikuatkan oleh sebuah riwayat dari Abu Bakr, beliau berkata,
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ.
“Sungguh,
aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Al ‘Aroj mengguyur
kepalanya -karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik- dengan air
sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. ” (HR. Abu Daud no. 2365)
Abu Ath
Thoyib mengatakan, “Hadits ini merupakan dalil bolehnya orang yang berpuasa
untuk menyegarkan badan dari cuaca yang cukup terik dengan mengguyur air pada
sebagian atau seluruh badannya. Inilah pendapat mayoritas ulama dan mereka
tidak membedakan antara mandi wajib, sunnah atau mubah.” (‘Aunul Ma’bud, 6/352, Asy Syamilah)